2.1 Jenis-Jenis Anak-Anak
Berkelainan Fisik beserta Karakteristiknya
Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A.
Anak Tunanetra
ü Ilustrasi
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.
Adapun
karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut.
1.
Segi Fisik
Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali
adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan
dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini terlihat dalam aktivitas
mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.
Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari
kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku.
2.
Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi
dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan
orientasi lingkungan.
Misalnya:
• gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya.
• Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra ada yang suka mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya.
3.
Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan
masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal
tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering kali menunjukkan
prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak semestinya. Ada
beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan
perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut
dapat dilakukan dengan cara membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan
mempergunakan strategi perilaku tertentu seperti misalnya memberikan pujian
atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4.
Akademik
Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra
sama seperti anak-anak pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada
perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.
Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra dalam membaca mempergunakan huruf
Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf cetak dengan berbagai
ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen.
5.
Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan meniru, maka anak tunanetra sering mempunyai
kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social.
Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih
terlihat memiliki sikap :
·
Curiga yang berlebihan pada orang
lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap
lingkungannya.
·
Mudah tersinggung. Akibat
pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering
dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·
Ketergantungan pada orang lain.
Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada orang
lain dalam kehidupan sehari-hari.
B. Anak Tunarungu
B. Anak Tunarungu
ü Ilustrasi
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.
Istilah
tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan
mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan
kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama
sekali disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut
kurang dengar (hard of hearning) .Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53)
mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang tuli adalah sesorang yang
pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya akan
pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang
kurang mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu.
Definisi ini menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat
digunakan alat pendengaranya sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik
dengan memakai alat bantu dengar atau tidak. Dengan hilangnya kemampuan
mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child with problem in
learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa konsekuensinya
kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus).
Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya :
1.
Segi Fisik
·
Cara berjalannya kaku dan agak
membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada
telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam
aktivitas fisiknya.
·
Pernapasannya pendek, dan tidak
teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengar suara-suara dalam kehidupan
sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang
baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan baik,
khususnya dalam berbicara.
·
Cara melihatnya agak beringas.
Penglihatan merupakan salah satu indera yang paling dominan bagi anak-anak
penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui
penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak
visual, sehingga cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar
dan terlihat beringas.
2.
Segi Bahasa
·
Miskin akan kosa kata
·
Sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung ungkapan, atau idiomatic
·
Tatabahasanya kurang teratur
3.
Intelektual
ü
Kemampuan intelektualnya normal.
Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam
berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban.
ü
Perkembangan akademiknya lamban
akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan
intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi, maka dalam akademiknya
juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi
biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang disebut Hearing Aid
dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari (finger spelling).
4.
Sosial-emosional
ü
Pergaulan yang terbatas pada
sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendenga
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendenga
ü Perasaan
takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar.
Pada umumnya, anak tunarungu
menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan sekitar tanpa
pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa
takut.
ü Sering
merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya
kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa
curiga
ü Sering
bersikap agresif
ü Cepat
marah dan tersinggung
C.
Anak Tunadaksa
ü Ilustrasi
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.
Istilah
umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa
ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh
tetapi tidak menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan
anak normal lainnya.
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :
1.
Gangguan Motorik
Gangguan
motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat
dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
2.
Gangguan Sensorik
Pusat
sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah
anak yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai
gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan
perasa. Gannguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena
ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan
pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.
3.
Gangguan tingkat Kecerdasan
Walaupun
anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi
keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak
cerebral palsy mulai tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45%
mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan
normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung dibawah rata-rata.
4.
Kemampuan Bicara
Anak
cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik
otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan
rahang bawah dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi
dengan lingkungannya. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak
cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain
5.
Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon
dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi
pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung
rangsangan yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak
normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan
emosin yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak
cerebral palsy dapat memunculkan anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya
kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang mengalami kelumpuhan yang
dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak
pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama
gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.
Solusinya
1)
Tuna netra
Masalah-masalah
yang mungkin dihadapi keluarga dalam kaitannya dengan anaknya yang tunanetra
muncul akibat ketidaktahuan keluarga tentang cara memperlakukan anak itu
sebagaimana mestinya. Berikut ini adalah perlakuan yang seharusnya diberikan
kepada anak tunanetra. Advis ini disusun oleh Rafalowski (1993).
1.
Yang terpenting untuk diingat
tentang anak yang tunanetra adalah bahwa
pertama-tama dia adalah anak. Dia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sama sebagaimana
anak pada umumnya.
2.
Dia mengalami masalah
penglihatan tetapi ini tidak berarti bahwa dia juga mengalami keterbelakangan
mental. Pada awalnya dia mungkin melakukan kegiatan tertentu seperti duduk atau
berjalan lebih lambat daripada anak awas. Ini karena kehilangan penglihatannya
mengakibatkan dia berkesulitan belajar kegiatan-kegiatan ini dengan cara yang
biasa. Anak tunanetra perlu ekstra waktu, bantuan, dan latihan. Dengan bantuan
tambahan ini, dia dapat belajar melakukan sebagian besar kegiatan yang sama
dengan yang dilakukan oleh anak awas.
3.
Dia mungkin masih dapat melihat
sesuatu. Sebagian besar orang tunanetra tidak buta total tetapi masih dapat
melihat sedikit. Dia mungkin dapat melihat benda-benda tertentu bila sangat
dekat ke wajahnya, bila cahaya tepat, atau bila benda itu berwarna cerah.
4.
Dia akan menggunakan
indera-inderanya yang lain untuk belajar tentang dunia sekitarnya.
-
Dengan perabaan dia dapat
belajar mengenali benda-benda yang ada di dalam rumah.
-
Melalui pendengaran dia dapat
belajar mengenali orang dari suaranya atau benda-benda dari bunyinya.
-
Melalui penciuman dia dapat
belajar mengenali berbagai macam makanan dan tempat, seperti took roti, took
obat, perpustakaan, dsb.
-
Melalui pengecap dia dapat
belajar mengenali bermacam-macam makanan
5.
Berbicaralah kepada dia. Anda
perlu menceritakan tentang barang-barang yang tidak dapat dilihatnya. Jelaskan
kepadanya apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Jelaskan apa yang sedang
anda kerjakan, ke mana anda sedang pergi, dan apa yang sedang dia raba, dengar,
cium, atau cicip.
6.
Beri arahan yang jelas kepada dia
dan jangan menunjuk. Anda harus spesifik! Misalnya, anda jangan mengatakan
“Buah itu ada di sebelah sana”, melainkan sebaiknya anda berkata, “Buah ada di
atas meja dekat jendela di belakangmu.”
7.
Bawalah anak jika anda
bepergian, dan ceritakan kepadanya kejadian atau keadaan di tempat-tempat yang
anda kunjungi.
8.
Bimbinglah tangan dia untuk
meraba berbagai macam benda. Bimbinglah dia untuk meraba permukaan atau tekstur
benda-benda, mengamati bentuk dan besarnya, dan mengeksplorasi bagian-bagiannya
dan fungsinya. Lakukan hal ini dengan meletakkan tangan anda di atas tangannya
sementara dia meraba benda-benda itu.
9.
Bantu dia mengetahui di mana
barang-barang disimpan dan mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya semula sesudah
dia menggunakannya.
10. Bila anda menunjukkan cara melakukan sesuatu yang baru kepada dia,
berdirilah, duduk atau berlutut di belakangnya, dan letakkan tangan anda di
atas tangannya untuk membimbingnya melakukan pekerjaan itu. Dengan cara ini
akan lebih mudah baginya menirukan gerakan-gerakan anda karena dia dapat merasakan
gerakan tubuh anda.
11. Bantulah dia mengembangkan postur yang baik. Anak tunanetra tidak
dapat melihat postur orang lain yang baik untuk menirunya.
12. Bantu dia mengembangkan kebiasaan menghadapkan wajahnya kepada orang
yang sedang berbicara kepadanya. Anak tunanetra mungkin tidak terdorong untuk
melakukan hal ini dan tidak menyadari pentingnya hal tersebut.
13. Biarkan dia mengalami sebanyak mungkin. Dia belajar banyak dari apa
yang anda ceritakan, tetapi dia akan belajar lebih banyak lagi jika dia dapat
berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berlangsung atau meraba apa yang anda
gambarkan.
14. Jangan mengasihani atau memanjakan dia. Belas kasihan dapat
mengembangkan rasa tidak percaya diri, dan memanjakannya dapat membentuknya
menjadi orang yang egois dan berketergantungan. Perlakukanlah dia sebagaimana
anda memperlakukan anak-anak lain.
15. Biarkan dia berpartisipasi penuh dalam kegiatan keluarga. Biarkan dia
membantu dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari sebagaimana anak yang awas.
Karena dia tidak dapat meniru secara visual, anda perlu mengajarinya secara
tactual. Dengan demikian dia akan benar-benar merasa sebagai bagian dari
keluarga dan tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, percaya diri, dan
mandiri.
16. Sebagaimana halnya semua anak lain, dia juga perlu teman bermain.
Jangan membatasi teman bergaulnya.
17. Dia harus aktif agar dapat belajar dengan baik. Anda tidak boleh
overprotektif.
Program
bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1)
Bimbingan untuk mengenal
situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang
per-orang.
2)
Menumbuhkembangkan perasaan
nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3)
Melatih kepekaan indera-indera
tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan
psikomotornya.
4)
Melatih keberanian anak tunanetra
untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada
di rumah.
5)
Menumbuhkan kepercayaan diri
dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6)
Melatih mobilitas anak untuk
mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7)
Memberikan pendidikan etika dan
kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah.
Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra
masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8)
Mengenalkan anak tunanetra
dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal inidapat memberikan pemahaman
bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok
anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.
Interaksi
sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
TUNA
RUNGU
Empat hal yang harus dilakukan
bagi orangtua
Yang di singkat dengan S-A-L-T
1.
S : SERVE them
with SINCERE INTEREST ( layani mereka dengan tulus hati )
Anak tunarungu
lebih sensitive, mereka akan merasa, kalau kita tidak tulus, segan melayani
atau tidak peduli dengan mereka. Lahir dengan gangguan pendengaran dampaknya
lebih serius daripada gangguan penglihatan. Semua yang diketahui anak tunarungu
karena mereka “diberi tahu” dan “diajarkan”. Dengan demikian orangtua mempunyai
peran dan tanggung jawab “melayani” mereka dalam arti “memberi informasi dan
pengetahuan”
2.
A : ATTENTION
with AFECTION ( Perhatian dengan afeksi )
Tuli adalah
musibah yang sangat menyedihkan (the most dseperate of human calamities).
Mengapa? karena mereka biasanya diabaikan. Ini sebenarnya masih untung, lebih
parah lagi kalau mereka kesepian dan ditolak. Orangtua, ingat anak tunarungu
pun membutuhkan CINTA dan DISIPLIN.
3.
L : LOOK
BEYOND with your SENSITIVE LISTENING SKILL and HEART
Jangan melihat
kegagalan anak sebagaimana yang tertera di rapor mereka. Coba bersabar dan cari
akar masalahnya, analisa kekuatan dan kelemahannya. Dari sini, orangtua bisa
lebih memahami dan coba bekerjasama dengan guru dan para ahli untuk
mengatasinya.
4.
T : TOTALLY
TUNE INTO THEIR LIVES.
Saya menyadari
bahwa hadirnya anak tunarungu di dalam keluarga membawa perubahan besar bagi
setiap anggota keluarga. Kita semua harus menata kembali kehidupan ini, juga
dengan keuangan dan lain-lainnya. Tetapi, tetaplah “bertahan” ingat “pemenang
selalu melalui pengorbanan dan yang kalah selalu banyak berdalih”. (winner
always make sacrifices and losers always make excuse).
Layanan
pendidikan Pada Anak Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kaufman, (1988)
menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunkasi anak
tunarungu, yaitu :
ü auditory training
ü Speechreading
ü Sing language and finggerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi
anak tunarungu yaitu :
a) Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi
secara lisan ( verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini,perlu
partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dapat pula
diterpakan prinsip cybernetik yaitu menekankan perlunya suatu pengoyrolan diri.
Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan bunyi, di rasakan dan diamati
sehingga hal itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakanya yang akan
menimbulkan bunyi selanjutnnya.
b) Membaca ujaran atau dalam dunia pendidikan sering disebut dengan membaca
bibir ( lip reading ) membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencajup
pengamatan visual dari bentk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses
bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang
di ucapkan lawan bicara diman ekspresi mmka dan pengetahuan bahasa turut
berperan. Ada beberapa kelemahan dari membaca ujara itu sendiri yaitu :
1. Tidak semua bunyi bahasa dapat
dilaihat pada bibir
2. Ada persamaan antara berbagai bentuk
bunyi bahasa misalnya bahasa bilabial ( p, b, m), dental ( t, d, n) akan
terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir.
3. Lawan icara harus berhadapan dan
tidak terlalu jauh
4. Pengucapan harus pelan dan lugas
c) Metode manual
Metode manual yaitu cara mengajar
atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan
yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan
modalitas gesti-visual.
d) Ejaan jari.
Ejaan jari adalah penunjang bahasa
isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar
dapat di kelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :
1. Ejaan jari dengan satu tangan ( one
handed )
2. Ejaan jari dengan dua tangan ( two
handed )
3. Ejaan jari campuran dengan
menggunakan satu tangan dan dua tangan.
e) Komunikasi total
Komunikasi total ini merupakan upaya
perbaikan dalam mengajarkan komunikasi pada anak tunarungu. Komunikasi total
merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua
cara berkomunikasi yaitu penggunaan sistem syarat, ejaan jari, bicara, baca
ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, mengganbar dan menulis serta
pemanfaatan sisa pendenganran dan kemempuan seseorang
TUNA
DAKSA
5.2.
Kebutuhan
belajar
ABK penyandang
kelainan fisik secara umum tidak
memerlukan program pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak normal. Bahkan
sebahagian dari mereka khususnya yang mengalami gangguan ortopedi memiliki
kecerdasan yang relatif baik seperti halnya teman-teman lainnya yang normal.
Mengingat
kategori kelainan fisik amat beragam dan memiliki spectrum yang luas, maka agak sulit untuk
membicarakan kebutuhan anak
dalam pendidikan di sekolah. Paling
tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan guru sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas, yaitu sebagai
berikut
Keluasan
Gerak
Derajat gangguan fisik yang dialami anak sangat bervariasi, merentang dari yang
ringan sampai yang berat. Dalam kenyataannya, ada sebagian anak yang
membutuhkan kursi roda, sedangkan yang lain cukup hanya mambutuhkan alat
penopang tubuh, tongkat atau alat bantu jalan. Ada juga yang dapat berjalan tetapi membutuhkan tenaga
dan waktu yang tidak sedikit sehingga menyebabkan anak cepat lelah. Untuk itu hal yang harus diperhatikan
oleh guru adalah bagaimana anak dapat
mengakses layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan
gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung
sekolah, ruang kelas, dan fasilitas sekolah. Yang harus diperhatikan oleh guru
dan perancang gedung adalah apakah pintu ruangan, jalan dan lorong sekolah bisa
dilewati oleh anak dengan kursi roda.
Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self-Help)
ABK
berkelainan fisik sering membutuhkan
latihan bantu diri (self-help). Self-help
sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka
sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan umum yang lebih
luas. Dengan memiliki keterampilan menolong diri diharapkan anak bisa mandiri
dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Misalnya dalam kegiatan makan dan minum, karena
kondisi fisik yang tidak sempurna, maka
kegiatan tersebut
tidak dapat dilakukan seperti anak normal. Untuk itu ABK membutuhkan keterampilan khusus atau menggunakan alat tertentu yang telah
dimodifikasi. Demikian juga tentang kegiatan yang melibatkan motorik halus,
misalnya menggambar, menulis, dan melipat; maka butuh keterampilan khusus yang
harus dikuasai. Jika
kedua tangannya tumbuh tidak sempurna maka kegiatan menggambar atau menulis
bisa dialihkan dengan menggunakan mulut atau kaki. Keterampilan membuang air
kecil/besar di toilet merupakan
keterampilan penting yang harus dikuasai anak di sekolah
Kebutuhan Psikososial
Hambatan fisik
kadang-kadang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan
psikologisnya. Hasil-hasil penelitian
menujukkan bahwa anak-anak berkelainan fisik memiliki kesulitan dalam
mengembangkan sense of self-esteem
yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak-anak
normal lainnya (Harvey, 1994). Berbagai reaksi psikososial anak-anak
berkelainan fisik juga dapat diamati, misalnya ada sebagian anak yang mampu dan
berhasil mengatasi hambatan-hambatannya sehingga memiliki sejumlah prestasi
akademik, namun ada sebagaian anak yang tidak mampu mengatasi hambatan-hmabatan
fisiknya dan menjadikannya sebagai pengalaman yang memilukan (Bigge, 1991). Untuk mendukung agar anak
berkelainan fisik memilki sikap sense of self-esteem yang positif, maka
seluruh anggota keluarga, guru-guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas
harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun
kekurangannya.
5.3. Strategi
Pendampingan Belajar
ABK berkelainan fisik membutuhkan lingkungan yang kondusif, baik
lingkungan fisik, psikologis, maupun sosial. Integrasi pembelajaran antara anak normal dan ABK memerlukan kerjasama antara guru regular dan
guru pembimbing khusus atau dengan tenaga profesinal lainnya. Demikian juga di
dalam kelas, anak sangat membutuhkan sikap
yang baik dan dapat diterima baik
dari guru,maupun dari dan teman-teman
yang lain.
Pengajaran Kemandirian
ABK berkelainan fisik memiliki beberapa keterbatasan,
terutama dalam
gerak dan aktivitas.
Untuk itu pembelajaran yang dianjurkan adalah latihan kemamdirian
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Melalui pembelajaran ini
diharapkan dapat mendukung kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self- esteem yang baik. Beberapa
pengajaran kemandirian yang disarankan adalah kemandirian dalam hal: belajar,
aktivitas sehari-hari, dan berkomunikasi dengan teman sebayadan guru.
Belajar
Berkelompok
Belajar
berkelompok adalah belajar secara tim
yang melibatkan beberapa anak untuk menyelesaikan tugas atau mecahkan permasalahan
tertentu. Dalam
penerapannya di sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan ABK dengan anak-anak normal di
kelas. Dalam belajar kelompok dapat
ditentukan kegiatan tertentu yang dapat melibatkan ABK untuk ikut memberikan saran, sumbangan
berfikir bagi keberhasilan kelompok. Dengan belajar kelompok diharapkan dapat
terbentuk sikap positif
anak yang saling menghargai, saling mengerti, saling toleransi yang akhirnya
dapat meminimalisasikan perasaan
negatif. Tentu saja kegiatan belajar berkelompok harus dilakukan secara
fleksibel dan menurut kebutuhan kelas pada saat itu.
Team
Teaching
Hal terpenting dalam upaya
membentuk kelas /sekolah
inklusi adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan
pendidikan yang seefektif mungkin bagi semua anak, baik ABK maupun anak normal.
Beberapa keuntungan team teaching
adalah: terciptanya suatu rancangan
pembelajaran yang efektif, dapat menciptakan/menghasilkan pemecahan masalah
yang terukur, dapat menumbuhkan harga diri, meningkatkan kemampuan komunikasi,
dan meningkatkan kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien, serta
menambah wawasan akademis.
(Cohen, 1993).
2.1 Jenis-Jenis Anak-Anak
Berkelainan Fisik beserta Karakteristiknya
Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A.
Anak Tunanetra
ü Ilustrasi
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.
Adapun
karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut.
1.
Segi Fisik
Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali
adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan
dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini terlihat dalam aktivitas
mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.
Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari
kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku.
2.
Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi
dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan
orientasi lingkungan.
Misalnya:
• gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya.
• Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra ada yang suka mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya.
3.
Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan
masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal
tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering kali menunjukkan
prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak semestinya. Ada
beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan
perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut
dapat dilakukan dengan cara membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan
mempergunakan strategi perilaku tertentu seperti misalnya memberikan pujian
atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4.
Akademik
Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra
sama seperti anak-anak pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada
perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.
Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra dalam membaca mempergunakan huruf
Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf cetak dengan berbagai
ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen.
5.
Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan meniru, maka anak tunanetra sering mempunyai
kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social.
Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih
terlihat memiliki sikap :
·
Curiga yang berlebihan pada orang
lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap
lingkungannya.
·
Mudah tersinggung. Akibat
pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering
dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·
Ketergantungan pada orang lain.
Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada orang
lain dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Anak Tunarungu
ü Ilustrasi
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.
Istilah
tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan
mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan
kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama
sekali disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut
kurang dengar (hard of hearning) .Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53)
mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang tuli adalah sesorang yang
pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya akan
pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang
kurang mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu.
Definisi ini menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat
digunakan alat pendengaranya sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik
dengan memakai alat bantu dengar atau tidak. Dengan hilangnya kemampuan
mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child with problem in
learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa konsekuensinya
kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus).
Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya :
1.
Segi Fisik
·
Cara berjalannya kaku dan agak
membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada
telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam
aktivitas fisiknya.
·
Pernapasannya pendek, dan tidak
teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengar suara-suara dalam kehidupan
sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang
baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan baik,
khususnya dalam berbicara.
·
Cara melihatnya agak beringas.
Penglihatan merupakan salah satu indera yang paling dominan bagi anak-anak
penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui
penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak
visual, sehingga cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar
dan terlihat beringas.
2.
Segi Bahasa
·
Miskin akan kosa kata
·
Sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung ungkapan, atau idiomatic
·
Tatabahasanya kurang teratur
3.
Intelektual
ü
Kemampuan intelektualnya normal.
Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam
berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban.
ü
Perkembangan akademiknya lamban
akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan
intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi, maka dalam akademiknya
juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi
biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang disebut Hearing Aid
dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari (finger spelling).
4.
Sosial-emosional
ü
Pergaulan yang terbatas pada
sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendenga
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendenga
ü Perasaan
takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar.
Pada umumnya, anak tunarungu
menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan sekitar tanpa
pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa
takut.
ü Sering
merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya
kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa
curiga
ü Sering
bersikap agresif
ü Cepat
marah dan tersinggung
C.
Anak Tunadaksa
ü Ilustrasi
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.
Istilah
umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa
ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh
tetapi tidak menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan
anak normal lainnya.
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :
1.
Gangguan Motorik
Gangguan
motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat
dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
2.
Gangguan Sensorik
Pusat
sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah
anak yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai
gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan
perasa. Gannguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena
ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan
pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.
3.
Gangguan tingkat Kecerdasan
Walaupun
anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi
keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak
cerebral palsy mulai tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45%
mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan
normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung dibawah rata-rata.
4.
Kemampuan Bicara
Anak
cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik
otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan
rahang bawah dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi
dengan lingkungannya. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak
cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain
5.
Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon
dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi
pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung
rangsangan yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak
normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan
emosin yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak
cerebral palsy dapat memunculkan anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya
kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang mengalami kelumpuhan yang
dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak
pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama
gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.
Solusinya
1)
Tuna netra
Masalah-masalah
yang mungkin dihadapi keluarga dalam kaitannya dengan anaknya yang tunanetra
muncul akibat ketidaktahuan keluarga tentang cara memperlakukan anak itu
sebagaimana mestinya. Berikut ini adalah perlakuan yang seharusnya diberikan
kepada anak tunanetra. Advis ini disusun oleh Rafalowski (1993).
1.
Yang terpenting untuk diingat
tentang anak yang tunanetra adalah bahwa
pertama-tama dia adalah anak. Dia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sama sebagaimana
anak pada umumnya.
2.
Dia mengalami masalah
penglihatan tetapi ini tidak berarti bahwa dia juga mengalami keterbelakangan
mental. Pada awalnya dia mungkin melakukan kegiatan tertentu seperti duduk atau
berjalan lebih lambat daripada anak awas. Ini karena kehilangan penglihatannya
mengakibatkan dia berkesulitan belajar kegiatan-kegiatan ini dengan cara yang
biasa. Anak tunanetra perlu ekstra waktu, bantuan, dan latihan. Dengan bantuan
tambahan ini, dia dapat belajar melakukan sebagian besar kegiatan yang sama
dengan yang dilakukan oleh anak awas.
3.
Dia mungkin masih dapat melihat
sesuatu. Sebagian besar orang tunanetra tidak buta total tetapi masih dapat
melihat sedikit. Dia mungkin dapat melihat benda-benda tertentu bila sangat
dekat ke wajahnya, bila cahaya tepat, atau bila benda itu berwarna cerah.
4.
Dia akan menggunakan
indera-inderanya yang lain untuk belajar tentang dunia sekitarnya.
-
Dengan perabaan dia dapat
belajar mengenali benda-benda yang ada di dalam rumah.
-
Melalui pendengaran dia dapat
belajar mengenali orang dari suaranya atau benda-benda dari bunyinya.
-
Melalui penciuman dia dapat
belajar mengenali berbagai macam makanan dan tempat, seperti took roti, took
obat, perpustakaan, dsb.
-
Melalui pengecap dia dapat
belajar mengenali bermacam-macam makanan
5.
Berbicaralah kepada dia. Anda
perlu menceritakan tentang barang-barang yang tidak dapat dilihatnya. Jelaskan
kepadanya apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Jelaskan apa yang sedang
anda kerjakan, ke mana anda sedang pergi, dan apa yang sedang dia raba, dengar,
cium, atau cicip.
6.
Beri arahan yang jelas kepada dia
dan jangan menunjuk. Anda harus spesifik! Misalnya, anda jangan mengatakan
“Buah itu ada di sebelah sana”, melainkan sebaiknya anda berkata, “Buah ada di
atas meja dekat jendela di belakangmu.”
7.
Bawalah anak jika anda
bepergian, dan ceritakan kepadanya kejadian atau keadaan di tempat-tempat yang
anda kunjungi.
8.
Bimbinglah tangan dia untuk
meraba berbagai macam benda. Bimbinglah dia untuk meraba permukaan atau tekstur
benda-benda, mengamati bentuk dan besarnya, dan mengeksplorasi bagian-bagiannya
dan fungsinya. Lakukan hal ini dengan meletakkan tangan anda di atas tangannya
sementara dia meraba benda-benda itu.
9.
Bantu dia mengetahui di mana
barang-barang disimpan dan mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya semula sesudah
dia menggunakannya.
10. Bila anda menunjukkan cara melakukan sesuatu yang baru kepada dia,
berdirilah, duduk atau berlutut di belakangnya, dan letakkan tangan anda di
atas tangannya untuk membimbingnya melakukan pekerjaan itu. Dengan cara ini
akan lebih mudah baginya menirukan gerakan-gerakan anda karena dia dapat merasakan
gerakan tubuh anda.
11. Bantulah dia mengembangkan postur yang baik. Anak tunanetra tidak
dapat melihat postur orang lain yang baik untuk menirunya.
12. Bantu dia mengembangkan kebiasaan menghadapkan wajahnya kepada orang
yang sedang berbicara kepadanya. Anak tunanetra mungkin tidak terdorong untuk
melakukan hal ini dan tidak menyadari pentingnya hal tersebut.
13. Biarkan dia mengalami sebanyak mungkin. Dia belajar banyak dari apa
yang anda ceritakan, tetapi dia akan belajar lebih banyak lagi jika dia dapat
berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berlangsung atau meraba apa yang anda
gambarkan.
14. Jangan mengasihani atau memanjakan dia. Belas kasihan dapat
mengembangkan rasa tidak percaya diri, dan memanjakannya dapat membentuknya
menjadi orang yang egois dan berketergantungan. Perlakukanlah dia sebagaimana
anda memperlakukan anak-anak lain.
15. Biarkan dia berpartisipasi penuh dalam kegiatan keluarga. Biarkan dia
membantu dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari sebagaimana anak yang awas.
Karena dia tidak dapat meniru secara visual, anda perlu mengajarinya secara
tactual. Dengan demikian dia akan benar-benar merasa sebagai bagian dari
keluarga dan tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, percaya diri, dan
mandiri.
16. Sebagaimana halnya semua anak lain, dia juga perlu teman bermain.
Jangan membatasi teman bergaulnya.
17. Dia harus aktif agar dapat belajar dengan baik. Anda tidak boleh
overprotektif.
Program
bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1)
Bimbingan untuk mengenal
situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang
per-orang.
2)
Menumbuhkembangkan perasaan
nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3)
Melatih kepekaan indera-indera
tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan
psikomotornya.
4)
Melatih keberanian anak tunanetra
untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada
di rumah.
5)
Menumbuhkan kepercayaan diri
dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6)
Melatih mobilitas anak untuk
mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7)
Memberikan pendidikan etika dan
kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah.
Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra
masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8)
Mengenalkan anak tunanetra
dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal inidapat memberikan pemahaman
bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok
anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.
Interaksi
sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
TUNA
RUNGU
Empat hal yang harus dilakukan
bagi orangtua
Yang di singkat dengan S-A-L-T
1.
S : SERVE them
with SINCERE INTEREST ( layani mereka dengan tulus hati )
Anak tunarungu
lebih sensitive, mereka akan merasa, kalau kita tidak tulus, segan melayani
atau tidak peduli dengan mereka. Lahir dengan gangguan pendengaran dampaknya
lebih serius daripada gangguan penglihatan. Semua yang diketahui anak tunarungu
karena mereka “diberi tahu” dan “diajarkan”. Dengan demikian orangtua mempunyai
peran dan tanggung jawab “melayani” mereka dalam arti “memberi informasi dan
pengetahuan”
2.
A : ATTENTION
with AFECTION ( Perhatian dengan afeksi )
Tuli adalah
musibah yang sangat menyedihkan (the most dseperate of human calamities).
Mengapa? karena mereka biasanya diabaikan. Ini sebenarnya masih untung, lebih
parah lagi kalau mereka kesepian dan ditolak. Orangtua, ingat anak tunarungu
pun membutuhkan CINTA dan DISIPLIN.
3.
L : LOOK
BEYOND with your SENSITIVE LISTENING SKILL and HEART
Jangan melihat
kegagalan anak sebagaimana yang tertera di rapor mereka. Coba bersabar dan cari
akar masalahnya, analisa kekuatan dan kelemahannya. Dari sini, orangtua bisa
lebih memahami dan coba bekerjasama dengan guru dan para ahli untuk
mengatasinya.
4.
T : TOTALLY
TUNE INTO THEIR LIVES.
Saya menyadari
bahwa hadirnya anak tunarungu di dalam keluarga membawa perubahan besar bagi
setiap anggota keluarga. Kita semua harus menata kembali kehidupan ini, juga
dengan keuangan dan lain-lainnya. Tetapi, tetaplah “bertahan” ingat “pemenang
selalu melalui pengorbanan dan yang kalah selalu banyak berdalih”. (winner
always make sacrifices and losers always make excuse).
Layanan
pendidikan Pada Anak Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kaufman, (1988)
menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunkasi anak
tunarungu, yaitu :
ü auditory training
ü Speechreading
ü Sing language and finggerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi
anak tunarungu yaitu :
a) Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi
secara lisan ( verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini,perlu
partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dapat pula
diterpakan prinsip cybernetik yaitu menekankan perlunya suatu pengoyrolan diri.
Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan bunyi, di rasakan dan diamati
sehingga hal itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakanya yang akan
menimbulkan bunyi selanjutnnya.
b) Membaca ujaran atau dalam dunia pendidikan sering disebut dengan membaca
bibir ( lip reading ) membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencajup
pengamatan visual dari bentk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses
bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang
di ucapkan lawan bicara diman ekspresi mmka dan pengetahuan bahasa turut
berperan. Ada beberapa kelemahan dari membaca ujara itu sendiri yaitu :
1. Tidak semua bunyi bahasa dapat
dilaihat pada bibir
2. Ada persamaan antara berbagai bentuk
bunyi bahasa misalnya bahasa bilabial ( p, b, m), dental ( t, d, n) akan
terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir.
3. Lawan icara harus berhadapan dan
tidak terlalu jauh
4. Pengucapan harus pelan dan lugas
c) Metode manual
Metode manual yaitu cara mengajar
atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan
yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan
modalitas gesti-visual.
d) Ejaan jari.
Ejaan jari adalah penunjang bahasa
isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar
dapat di kelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :
1. Ejaan jari dengan satu tangan ( one
handed )
2. Ejaan jari dengan dua tangan ( two
handed )
3. Ejaan jari campuran dengan
menggunakan satu tangan dan dua tangan.
e) Komunikasi total
Komunikasi total ini merupakan upaya
perbaikan dalam mengajarkan komunikasi pada anak tunarungu. Komunikasi total
merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua
cara berkomunikasi yaitu penggunaan sistem syarat, ejaan jari, bicara, baca
ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, mengganbar dan menulis serta
pemanfaatan sisa pendenganran dan kemempuan seseorang
TUNA
DAKSA
5.2.
Kebutuhan
belajar
ABK penyandang
kelainan fisik secara umum tidak
memerlukan program pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak normal. Bahkan
sebahagian dari mereka khususnya yang mengalami gangguan ortopedi memiliki
kecerdasan yang relatif baik seperti halnya teman-teman lainnya yang normal.
Mengingat
kategori kelainan fisik amat beragam dan memiliki spectrum yang luas, maka agak sulit untuk
membicarakan kebutuhan anak
dalam pendidikan di sekolah. Paling
tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan guru sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas, yaitu sebagai
berikut
Keluasan
Gerak
Derajat gangguan fisik yang dialami anak sangat bervariasi, merentang dari yang
ringan sampai yang berat. Dalam kenyataannya, ada sebagian anak yang
membutuhkan kursi roda, sedangkan yang lain cukup hanya mambutuhkan alat
penopang tubuh, tongkat atau alat bantu jalan. Ada juga yang dapat berjalan tetapi membutuhkan tenaga
dan waktu yang tidak sedikit sehingga menyebabkan anak cepat lelah. Untuk itu hal yang harus diperhatikan
oleh guru adalah bagaimana anak dapat
mengakses layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan
gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung
sekolah, ruang kelas, dan fasilitas sekolah. Yang harus diperhatikan oleh guru
dan perancang gedung adalah apakah pintu ruangan, jalan dan lorong sekolah bisa
dilewati oleh anak dengan kursi roda.
Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self-Help)
ABK
berkelainan fisik sering membutuhkan
latihan bantu diri (self-help). Self-help
sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka
sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan umum yang lebih
luas. Dengan memiliki keterampilan menolong diri diharapkan anak bisa mandiri
dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Misalnya dalam kegiatan makan dan minum, karena
kondisi fisik yang tidak sempurna, maka
kegiatan tersebut
tidak dapat dilakukan seperti anak normal. Untuk itu ABK membutuhkan keterampilan khusus atau menggunakan alat tertentu yang telah
dimodifikasi. Demikian juga tentang kegiatan yang melibatkan motorik halus,
misalnya menggambar, menulis, dan melipat; maka butuh keterampilan khusus yang
harus dikuasai. Jika
kedua tangannya tumbuh tidak sempurna maka kegiatan menggambar atau menulis
bisa dialihkan dengan menggunakan mulut atau kaki. Keterampilan membuang air
kecil/besar di toilet merupakan
keterampilan penting yang harus dikuasai anak di sekolah
Kebutuhan Psikososial
Hambatan fisik
kadang-kadang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan
psikologisnya. Hasil-hasil penelitian
menujukkan bahwa anak-anak berkelainan fisik memiliki kesulitan dalam
mengembangkan sense of self-esteem
yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak-anak
normal lainnya (Harvey, 1994). Berbagai reaksi psikososial anak-anak
berkelainan fisik juga dapat diamati, misalnya ada sebagian anak yang mampu dan
berhasil mengatasi hambatan-hambatannya sehingga memiliki sejumlah prestasi
akademik, namun ada sebagaian anak yang tidak mampu mengatasi hambatan-hmabatan
fisiknya dan menjadikannya sebagai pengalaman yang memilukan (Bigge, 1991). Untuk mendukung agar anak
berkelainan fisik memilki sikap sense of self-esteem yang positif, maka
seluruh anggota keluarga, guru-guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas
harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun
kekurangannya.
5.3. Strategi
Pendampingan Belajar
ABK berkelainan fisik membutuhkan lingkungan yang kondusif, baik
lingkungan fisik, psikologis, maupun sosial. Integrasi pembelajaran antara anak normal dan ABK memerlukan kerjasama antara guru regular dan
guru pembimbing khusus atau dengan tenaga profesinal lainnya. Demikian juga di
dalam kelas, anak sangat membutuhkan sikap
yang baik dan dapat diterima baik
dari guru,maupun dari dan teman-teman
yang lain.
Pengajaran Kemandirian
ABK berkelainan fisik memiliki beberapa keterbatasan,
terutama dalam
gerak dan aktivitas.
Untuk itu pembelajaran yang dianjurkan adalah latihan kemamdirian
disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Melalui pembelajaran ini
diharapkan dapat mendukung kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self- esteem yang baik. Beberapa
pengajaran kemandirian yang disarankan adalah kemandirian dalam hal: belajar,
aktivitas sehari-hari, dan berkomunikasi dengan teman sebayadan guru.
Belajar
Berkelompok
Belajar
berkelompok adalah belajar secara tim
yang melibatkan beberapa anak untuk menyelesaikan tugas atau mecahkan permasalahan
tertentu. Dalam
penerapannya di sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan ABK dengan anak-anak normal di
kelas. Dalam belajar kelompok dapat
ditentukan kegiatan tertentu yang dapat melibatkan ABK untuk ikut memberikan saran, sumbangan
berfikir bagi keberhasilan kelompok. Dengan belajar kelompok diharapkan dapat
terbentuk sikap positif
anak yang saling menghargai, saling mengerti, saling toleransi yang akhirnya
dapat meminimalisasikan perasaan
negatif. Tentu saja kegiatan belajar berkelompok harus dilakukan secara
fleksibel dan menurut kebutuhan kelas pada saat itu.
Team
Teaching
Hal terpenting dalam upaya
membentuk kelas /sekolah
inklusi adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan
pendidikan yang seefektif mungkin bagi semua anak, baik ABK maupun anak normal.
Beberapa keuntungan team teaching
adalah: terciptanya suatu rancangan
pembelajaran yang efektif, dapat menciptakan/menghasilkan pemecahan masalah
yang terukur, dapat menumbuhkan harga diri, meningkatkan kemampuan komunikasi,
dan meningkatkan kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien, serta
menambah wawasan akademis.
(Cohen, 1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar